Berlatih Menjadi UX Desainer (Lanjutan)
Bagaimana UX Desainer Bekerja dalam ekosistem Startup
Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan saya mengenai metode yang saya pakai untuk berlatih menjadi seorang UI/UX Desainer. Anda bisa membacanya di link berikut :
Pada tulisan sebelumnya, saya lebih banyak membahas mengenai metode untuk merancang tampilan dengan menggunakan software desain. Dimulai dari pembuatan wireframe lalu kemudian mockup yang nantinya akan dibuat prototype. Tujuannya agar kita bersama-sama memahami suatu proses perancangan, sekaligus berlatih menggunakan software/ tools desain. Bentuk latihan telah saya buat sedemikian rupa tujuannya untuk meningkatkan kepekaan estetis, penguasaan alat, reasoning dan problem solving dari sang desainer. Dimulai dari menemukan permasalahan, mencari inspirasi, merancang wireframe, menentukan persona, membuat moodboard sampai mockup.
Perlu diingat, software hanyalah alat yang membantu kita dalam mencapai tujuan, maka saya tidak membahas secara rinci bagaimana menggunakan software tersebut, agar dapat mahir maka segeralah berlatih. Tujuan sesungguhnya dari pembahasan yang lalu adalah agar kita bersama-sama membangun kesadaran proses dalam suatu perancangan. Oh iya… saya tidak membahas bagaimana menguji desain/ melakukan user testing. Mungkin di kesempatan selanjutnya barulah akan saya bahas.
Nah tulisan saya kali ini saya bingkai dengan cerita. Anda berperan sebagai seorang desainer yang baru direkrut oleh perusahaan startup. Sebelumnya anda tidak fokus pada UI/UX desain, anda merasa skill anda terlalu general, dan anda mencoba untuk fokus pada UI/UX Desain dan anda mendapat kesempatan untuk bergabung dengan perusahaan startup. Anda adalah lulusan Desain Komunikasi Visual. Selama bekerja, anda mengerjakan berbagai kebutuhan desain untuk aktivitas pemasaran. Ini berbeda dengan peran anda di perusahaan baru tempat anda bergabung karena anda harus bekerja bersama Produk Manajer dan tim Engineer untuk merancang produk digital didalam ekosistem startup yang cepat berubah. Anda merasa bingung tentang peran anda didalam perusahaan. Bagaimana anda memposisikan diri diperusahaan tersebut ? Jika penasaran…ikuti cerita ini sampai selesai.
Proses Pengembangan Produk Digital
Ilustrasi diatas menggambarkan suatu tim startup yang memiliki ide bisnis yang akan diwujudkan kedalam produk digital. Mereka sedang mengadakan meeting perdana dan membahas bagaimana langkah awal untuk mulai mengembangkan produk digital. Mereka terdiri dari Produk Manajer, seorang lulusan magister bisnis. Lalu ada dua engineer, satu back-end dan satu front-end. Dan posisi yang terakhir yaitu anda sebagai desainer.
Nah…diawal meeting bersama, sang PM menjelaskan kepada anda bagaimana proses pengembangan sebuah produk. Yang dijelaskan sebagai berikut :
Ada dua proses pengembangan yang umum digunakan. Pertama disebut sebagai waterfall dan yang kedua disebut agile. Mana yang akan digunakan bergantung pada peran seorang manajer apakah dia sedang mengerjakan proyek atau sedang mengembangkan produk. Waterfall biasanya digunakan oleh Projek Manajer yang sebelumnya telah menyusun Business Requirement Document (BRD) tentang sofyware yang akan dikembangkan. Sedangkan agile digunakan oleh Produk Manajer dalam rangka menciptakan produk baru yang akan terus berkembang menyesuaikan dengan dinamika bisnis.
Agar mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai dua proses pengembangan tersebut….penjelasannya kira-kira seperti ini :
- Waterfall : Proses pengembangan seperti air terjun yang mengalir, disebut juga proses pengembangan gaya klasik yang menekankan fase berurutan dan sistematis. Implementasi model ini dinilai kurang fleksibel. Ada model baru yang lebih populer yaitu agile.
- Agile : Proses pengembangan yang tangkas, gesit, lincah. Metode pengembangan ini fokus pada kecepatan pengujian produk demi mendapat umpan balik yang cepat pula dalam rangka peningkatan produk secara berkelanjutan. Metode agile membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil yang dikerjakan secara terpisah kemudian disatukan kembali (semacam desain modular).
Bagan di atas menerangkan tentang metode agile atau juga bisa disebut scrum (scrum merupakan bagian dari agile). Satu lingkaran dinamakan satu sprint memiliki jangka waktu selama 2–4 minggu. Sprint dimulai dari masukan, desain, bangun, tes, tinjau, kemudian produk/solusi dirilis untuk kembali mendapatkan masukan (berupa data) sebagai sumber peningkatan produk/solusi berikutnya. Pada tabel diatas, terdapat tiga lingkaran berarti ada tiga sprint process.
Disini saya sebagai Produk Manajer menentukan backlog (daftar pekerjaan) untuk seluruh tim. Dan dengan diadakannya daily stand-up, saya memastikan metode agile berjalan sesuai dengan perencanaan.
Pada agile ada istilah user stories, yaitu semacam cerita tentang pengguna dalam menggunakan produk. User stories ditulis pada tools kolaborasi berisi tentang fitur-fitur yang akan dikembangkan namun dengan bahasa sehari-hari, contohnya : “Pengguna dapat mensortir konten yang disimpan berdasarkan jumlah viewers, time, dan alphabetic sehingga waktu pencarian konten dapat lebih cepat”. Hal ini akan mengundang diskusi, anda ikut komen juga ya.
Nah untuk selanjutnya saya rasa anda perlu belajar sendiri mengenai user stories karena sangat bermanfaat, silahkan anda kunjungi link berikut.
https://www.nngroup.com/articles/user-story-mapping/
Dalam metode agile, anda sebagai UI/UX Desainer bekerja dengan saya hubungannya adalah horizontal sekaligus vertikal. Sedangkan hubungan dengan tim pengembang/engineer bersifat horizontal.
Apakah sampai sini anda sudah paham tentang proses pengembangan dengan agile? Jika belum jangan ragu untuk bertanya.
Tahap selanjutnya akan kita bahas secara lebih detail pengembangan produk kita dengan sprint.
UX Desainer dalam Proses Pengembangan Produk Digital
Telah kita pahami bersama ternyata ada dua macam proses pengembangan produk digital. Yang pertama yaitu metode waterfall dan yang kedua yaitu metode agile. Dan telah kita pahami bersama, agile dinilai lebih baik dibandingkan dengan metode waterfall. Nah…sekarang mari kita bahas bagaimana peran dan fungsi UI/UX Desainer di dalam proses pengembangan produk dengan metode agile.
Terlebih dahulu kita samakan pemahaman tentang pengertian dari UI/UX Desain itu. Sederhananya…UI (User Interface) adalah tampilan antarmuka produk, sedangkan UX (User Experience) adalah pengalaman pengguna saat berinteraksi dengan produk lewat tampilan. Secara sederhana nantinya tugas anda adalah menyediakan desain mockup serta aset-aset yang dibutuhkan kepada tim pengembang, bisa berupa icon, illustration, etc.
Namun nantinya kita akan bersama-sama merancang model, struktur dan kategori informasi yang terwujud kedalam workflow dan site map. Setelah itu berlanjut ketahap merancang wireframe sebagai kerangka produk, kemudian kerangka tersebut divisualkan menjadi bentuk mockup. Kadang anda juga dituntut untuk dapat melakukan riset pengguna dalam rangka melakukan uji coba desain.
Nantinya setelah masuk ke fase pengembangan (lihat bagan 1), maka desain harus sudah final dan anda sudah menyediakan aset yang dibutuhkan oleh engineer, setelah ini silahkan anda berbincang-bincang dengan dua engineer ditim ini, berkomunikasilah untuk membangun chemistry. Perlu diingat, sebelum proses pengembangan, sayogyanya anda telah selesai melakukan serangkaian proses tersendiri dalam rangka merancang desain mockup semaksimal mungkin sesuai dengan tenggat waktu yang telah saya tentukan. Tugas anda sesekali hanya memastikan pengembangan sesuai dengan rancangan awal. Jika ada kendala yang berkaitan dengan desain, barulah anda saya undang untuk meeting. Untuk masalah scope of work -nya nanti saya atur di tools kolaborasi, tools yang kami pakai adalah Slack, Figma dan Miro untuk UX dan Jira untuk proses pengembangan. Jadi segera pelajari tools-tools kolaborasi tersebut ya…
LEAN UX!
Saya senang anda telah memahami bagaimana cara menggunakan tools-tools kolaborasi tersebut. Anda sudah saya masukkan kedalam tim. Sekarang kita bisa berkolaborasi. Ada hal penting lagi yang akan saya sampaikan. Disini karena kita adalah startup maka UI/UX Desainer tidak boleh rigid…disini kita haruslah agile.
Nah tahukah anda bahwa terdapat metode/ pendekatan yang lebih baik dalam proses pengembangan produk. Metode ini dinamakan Lean UX. Lean UX adalah evolusi dari perancangan produk menekankan pada kolaborasi dengan menggunakan alat dan metode desain yang diselaraskan dengan seluruh tim, pengarangnya dua orang, Jeff Gothef dan Joss Seiden. Mereka memandang proses UX selama ini terlalu bertele-tele. Berikut adalah kutipan dari Buku Lean UX :
The Lean principles underlying Lean Startup apply to Lean UX in three ways. First, they help us remove waste from our UX Design process. We create minimally viable conversations by moving away from heavily documented hand-offs. Instead, a Lean UX process creates only the design artifacts we need to move the team’s learning forward.
Yang ingin saya sampaikan bahwa metode Lean UX fokus pada komunikasi tim yang efektif untuk menghasilkan artefak desain yang cepat namun penting. Jadi tidak masalah apakah desain masih jelek, jika ada kesalahan itulah yang akan kita perbaiki bersama-sama. Kemudian pada buku itu pula dijelaskan bahwa Lean UX mempunyai dua pondasi yaitu Design Thinking dan Agile Development. Mungkin anda sudah paham, tapi biarkan saya menjelaskan apa yang tertulis dibuku itu :
Besides Lean Startup, Lean UX has two other foundation: Design Thinking and Agile Development Philosophies. Design Thinking helps us widen the scope of our work beyond interfaces and artifacts. Design Thinking looks at systems, and help us apply design tools to broader problems. It relies on collaboration, iteration, making, and empathy as core to problem-solving. Agile refocuses software development on shorter cycles, delivering value regularly, and continuous learning. It seeks to get ideas to customers quickly, sense how these ideas are received, and to adjust frequently to new learning along the way. Lean UX uses these foundations to break the stalemate between the speed of Agile and the need for design in the-product development lifecycle.
Kedua konsep tersebut digunakan secara simultan untuk menemukan masalah dan menghadirkan solusi berdasarkan kebutuhan bisnis dan kebutuhan pengguna. Penekanannya adakah aktivitas kunci apa yang dilakukan ialah… pembelajaran yang berkelanjutan. Untuk bisa menyelaraskan tim ada alat bantu yang dinamakan Lean UX Canvas. Apakah anda pernah menggunakan Kanvas sebelumnya ? misal Business Model Canvas? atau Persona Canvas mungkin ?
Jika anda sudah pernah menggunakannya akan lebih mudah untuk saya menjelaskan Lean UX Canvas, bentuknya seperti ini :
Terdapat 8 kotak penjelasannya sebagai berikut :
- Masalah Bisnis : Apa masalah yang akan kita selesaikan. Misalnya, bagaimana keadaan sistem/produk sekarang? Mengapa kita mendesain sistem/produk itu? Mengapa sistem/produk saat ini tidak memenuhi harapan? dan terakhir Bagaimana kita tahu masalah telah terselesaikan seperti apa perubahan perilaku pengguna dan metriks yang terlihat? Maka anda harus tahu dulu kondisi market dan konsep produk kita. Nanti waktu meeting selanjutnya saja ya…oke kita lanjut yang ke 2.
- Solusi Bisnis : Indikator/ perubahan apa yang terjadi pada pengguna. Harus bisa diukur dengan angka, bentuk ekspresi yang muncul misalkan akuisisi, aktivasi, retensi, referal dsb.
- Pengguna : Siapa pengguna yang akan kita tuju dan berharap adanya perubahan. Yaitu dengan membuat daftar tipe-tipe pengguna (user persona). Ini bisa siapa saja, baik pengguna diluar sistem, maupun didalam sistem. Pilih beberapa yang vital untuk dibuat kategori/karakteristiknya yang memberi dampak terhadap sistem/produk. Kemudian dicari kebutuhan dan rintangan apa yang mereka hadapi untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Inilah akar dari design thinking, yaitu empati… saya mempercayakan ini kepada anda, saya tahu, anda adalah desainer yang hebat.
- Manfaat Pengguna : manfaat yang pengguna dapatkan ketika menggunakan produk/jasa yang dapat dilihat dan dirasakan untuk dipahami oleh tim dan dijadikan sebagai masukan untuk pengembangan produk/jasa berikutnya dalam proses agile.
- Solusi : daftar fitur, produk, atau ide peningkatan yang kita tawarkan kepada pengguna. Untuk masalah visual desain, tentu saja ini bidang anda! Prinsip dalam visual desain tidak berbeda dengan prinsip desain secara umum.
- Hipotesis : merupakan asusmsi yang kita buat yang berdampak pada bisnis. Hipotesis dituliskan seperti ini : Kita yakin bahwa ‘hasil yang akan meningkatkan nilai bisnis kita’ akan diraih ketika ‘pengguna yang sudah kita target’ mendapatkan ‘manfaat’ lewat ‘ide peningkatan/fitur/produk yang kita desain’. Contoh : Kita yakin bahwa [2] conversion rate akan meningkat menjadi 10%, ketika [3] pengguna wanita yang bekerja dikantor sudah menyimpan produk di bucket [4] melihat iklan 12.12 dengan [5] melihat video sesaat setelah membuka aplikasi. Setiap hipotesis fokus pada satu objektif. Kotak hipotesis ini menggabungkan kotak ke 2,3,4 dan 5. Kita harus percaya hipotesis yang kita tulis, setelah itu barulah memprioritaskan objektif mana yang akan kita kerjakan terlebih dahulu. Untuk memilih objetif, dapat menggunakan kanvas prioritas.
- Pelajari : ketika sudah menentukan hipotesis, selanjutnya adalah mempelajari hipotesis tersebut berkaitan dengan resiko-resiko seperti resiko teknologi, resiko bisnis, resiko desain, resiko brand, resiko marketing, dsb. Lagi-lagi diskusi ya? mungkin ini sedikit membuat anda tidak nyaman karena anda tipe introvert. Tapi tenang, kita selalu terbuka dengan ide apapun. Buat diri anda nyaman ya…
- Kerjakan : setelah mempelajari resiko-resiko dan hipotesis telah lolos pertimbangan bersama saatnya melakukan beberapa hal tentang UX Design. Lakukan pekerjaan seperti paper prototyping, a/b testing,etc.
Diatas adalah Kanvas yang digunakan untuk memprioritaskan hipotesis mana yang akan dieksekusi. Ada dua metriks yang digunakan, pertama sumbu X adalah resiko, dan yang kedua sumbu Y berdasarkan manfaat yang diterima. Jadi, tentu yang menjadi prioritas adalah hipotesis yang berada di sebelah kanan atas. Dan yang dibuang ada diposisi kanan bawah. Mengapa ? karena jika kita mengeksekusi sesuatu yang tinggi manfaat sekaligus yang punya resiko tinggi maka akan melahirkan nilai yang besar sekaligus kompetitif bagi bisnis.
Wah sayangnya sudah jam makan siang…waktunya kita berpindah dari mengisi otak dengan mengisi perut…saat anda makan siang nanti tulis pertanyaan-pertanyaan terkait dengan bisnis kita atau apa yang telah saya sampaikan, setelah jam istirahat selesai akan kita bahas pertanyaan tersebut..oke?