Cara Meningkatkan Kualitas Visual Desain (Dengan Contoh Kasus)
Bagaimana Menerapkan Prinsip Desain dalam Pengorganisasian Elemen-Elemen Visual — Faridz Bustaman
Apa itu Visual Desain?
Pertama-tama mari kita coba menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan visual desain. Saya bebaskan siapapun untuk menambah atau merevisi tulisan ini, saya senang untuk berdialektika.
Oke…jadi pengetahuan saya mengenai visual desain kurang lebih seperti ini :
- Desain adalah pengorganisasian sedangkan visual adalah tampilan, berarti visual desain adalah pengorganisasian suatu tampilan.
- Dalam visual desain terdapat elemen-elemen yang akan disatukan/dikomposisi. Elemen-elemen tersebut bisa berupa gambar, foto, teks headline, teks paragraf, tabel, bagan, ornamen grafis dll.
- Dalam mengorganisasi elemen terdapat pedoman umum yang disebut sebagai prinsip desain. Prinsip ini seperti logika kita dalam memahami dunia. Teori ini menyimpulkan bahwa manusia cenderung mempersepsikan apa yang dilihat sebagai kesatuan yang utuh. Dengan adanya kesatuan yang utuh, maka secara alami desain mudah dipahami oleh manusia.
Prinsip-prinsip umum ini diantaranya : 1. Hierarchy (hirarki), 2. Proximity (kedekatan), 3. Contrast (kontras), 4. Balance (keseimbangan). (Disebut juga sebagai teori gestalt, teori ini dapat dipelajari di psikologi tentang persepsi visual).
Nah…dari penjelasan diatas, telah kita dapatkan gambaran umum tentang ‘APA’ yang dimaksud dengan visual desain. Kesimpulannya kurang lebih seperti ini :
Pengorganisasian elemen visual dengan menggunakan prinsip desain.
Sekarang mari kita pahami bagian ‘MENGAPA’ visual desain itu penting…
Mengapa Desainer Perlu Menerapkan Prinsip Desain ?
Penerapan prinsip desain dalam kehidupan sehari-hari bisa terlihat saat kita menata benda-benda yang ada disekitar kita sehingga nampak rapi dan tertata, atau saat kita memadu-padankan outfit yang kita kenakan untuk hangout bersama teman. Jika kita memiliki kepekaan yang tinggi, kesan yang akan tampil adalah keindahan/ bernilai estetis (nyeni).
Desain adalah penerapan seni yang terwujud ke dalam benda-benda bernilai fungsional. Dalam bidang keilmuan desain, terdapat dua pembagian yang saling mengkutub. Yaitu yang teknis (kegunaan) dan yang seni (keindahan). Hal yang sangat teknis berkaitan dengan alat dan permesinan dan sedangkan yang agak seni contohnya desain interior, desain produk, desain komunikasi visual, desain kemasan, desain fashion dsb.
Sebagai seorang desainer, wajib menempatkan Pengguna (User) diposisi utama dalam proses perancangan. Memahami siapa pengguna atau target sasaran adalah kunci keberhasilan suatu desain. Memahami pengguna berarti memahami manusia. Bahasa kerennya ‘Human Centered Design’ atau ‘Desain yang berpusat pada manusia’. Oke, jadi poinnya kita mendesain untuk manusia, tapi manusia adalah mahluk yang tidak sempurna/ memiliki keterbatasan.
Keterbatasan manusia salah satunya dari segi penglihatan. Jika dibandingkan dengan kamera, mata manusia hanya dapat menjangkau area penglihatan sebesar 2 derajat, sedangkan kamera dapat menjangkau hingga 180 derajat. keterbatasan ini mempengaruhi manusia dalam memproses suatu informasi visual. Anda dapat menonton video dibawah ini untuk memahami tentang pentingnya visual desain bagi manusia.
Sekarang pertanyaan yang muncul adalah ‘Bagaimana’ meningkatkan kualitas visual desain? (dijelaskan dengan studi kasus)
Bagaimana meningkatkan kualitas visual desain? pertanyaan ini sama dengan bagaimana cara kita sebagai desainer meningkatkan kepekaan terhadap keindahan ‘sense of art’.
Dan dengan segala kerendahan hati, saya mengajak seluruh insan yang melabeli diri sebagai desainer untuk melakukan praktik apresiasi. Latihan ini untuk mengasah pribadi menjadi lebih peka terhadap ketidak-beresan, ketidak-sesuaian, ketidak-cocokan, ketimpangan dan permasalahan-permasalahan lain dalam suatu komposisi.
Berikut adalah langkah-langkah praktikal yang dapat diikuti untuk mengasah kepekaan seni.
1. Berlatih dengan Mengapresiasi Karya Desain
Anda bisa memilih karya apapun untuk diapresiasi. Pada dasarnya… segala apa yang dapat dilihat/ berbau visual dapat diapresiasi seperti film, poster, media interaktif, foto, kemasan, dsb.
Dalam mengapresiasi suatu karya, aspek yang dapat diapresiasi/ dianalisis bisa bermacam-macam, contohnya dari aspek teknis, filosofis, estetis, historis, komunikasi dsb. Pada tulisan kali ini saya mencoba mengapresiasi karya infografis yang dipublikasi oleh The World Bank dari aspek estetisnya (visual desain).
Judul Karya: Digital Economy in Indonesia
Latar Belakang :
Bank Dunia telah melakukan penelitian mengenai kondisi ekonomi digital yang ada di Indonesia dan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk dipublikasi. Penyajian informasi menggunakan poster infografis. Poster infografis disajikan pada website agar dapat dilihat oleh masyarakat luas. Anda dapat mengunjungi link berikut untuk melihat lebih detail : https://www.worldbank.org/en/news/infographic/2021/10/28/digital-economy-in-indonesia
Aspek Estetis :
Pada infografis terdapat elemen berupa headline,sub-headline, teks paragraf, ilustrasi, dan diagram. Teknik yang digunakan adalah layouting yaitu menempatkan elemen-elemen tersebut dalam satu kesatuan. Terdapat tiga karya poster dengan tiga informasi yang berbeda. Karya pertama dan kedua menerapkan layout yang hampir sama, berbeda dengan karya ketiga. Warna yang digunakan menggunakan warna-warna pastel, yaitu warna yang memiliki intensitas warna putih yang tinggi.
Hasil Analisis Aspek Estetis :
Teknik layouting dibuat secara tidak teratur, besar kecilnya acak dan inkonsisten. Hal ini memiliki dampak buruk kepada pembaca karena tujuan utama infografis adalah memberikan kemudahan kepada pembaca untuk menyerap informasi. Tujuan visual desain yaitu menciptakan konsistensi pada layout, yaitu pola yang membantu pembaca dalam memahami konten.
Kelemahan lain infografis ini adalah ketidak-jelasan hirarki pada konten-konten yang ada. Tidak terstrukturnya hirarki akan mengganggu pembaca dalam memahami konten. Antara judul, sub-judul dan paragraf tidak diatur. Padahal, tujuan utama dari layouting adalah hirarki yang menciptakan keteraturan dan keharmonisan antar elemen, baru setelah itu memikirkan bagaimana desain dapat menarik secara visual.
Juga dari segi warna yang digunakan memiliki kontras yang rendah, membuat tampilan yang muncul kurang memiliki penekanan.
2. Berlatih Merancang Karya Desain Berdasarkan Hasil Analisis
Setelah menganalisis karya dan menemukan kekuatan dan kelemahan yang ada, langkah selanjutnya adalah berlatih dengan merancang karya desain.
Bruce Lee, seorang legenda aktor beladiri pernah berkata :
“I fear not the man who has practiced 10.000 kicked once, but I fear the man who practiced one kick 10.000 times”
Konseptualisasi :
Langkah awal yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan konseptualisasi terlebih dahulu. Konseptualisasi yaitu berkaitan dengan pemilihan elemen seperti warna, tipografi, gaya ilustrasi, layout dsb.
Konsep yang diangkat berdasarkan dari tema infografis yang diangkat yaitu menjelaskan tentang ekonomi digital yang ada di Indonesia. Oleh karena itu tone warna yang saya pilih mengambil inspirasi dari warna Bendera Indonesia yaitu warna merah-putih. Warna putih sebagai warna primer yang menjadi warna dominan. Warna merah menjadi warna sekunder, dengan komposisi 80% untuk warna putih, 15% untuk warna merah dan 5% untuk warna aksen. Kemudian, perlu tambahan kesan ke-Indonesiaannya, dengan menambahkan peta Indonesia dalam desain yang letakkan dibagian headline atau bagian atas.
Dalam proses mendesain, pembuatan ilustasi dapat dilakukan dengan menggambar, namun memerlukan bantuan dari seorang ilustrator. Hal ini diperlukan jika desainer ingin menciptakan brand yang kuat untuk klien dengan mencari ilustrator yang memiliki karakter gambar yang sesuai dengan karakter brand yang ingin dibentuk. Pada kasus kali ini, saya menggunakan ilustrasi template yang disediakan oleh situs Freepik.com yang dapat dikustomisasi.
Layouting :
Layouting adalah penempatan elemen-elemen agar tersusun rapi dan memiliki keseimbangan. Masing-masing elemen disusun agar memiliki porsi dan proporsi yang tepat.
Wireframing dilakukan untuk menerapkan konsistensi penataan/layout. Gambar diatas menjelaskan letak headline, sub-headline dan amplifikasi/ konten. Headline utama diletakkan dibagian atas, kemudian sub-headline dengan penempatan secara horizontal penuh hingga ke-tepi. Hal ini bertujuan sebagai pembeda, sengaja diatur untuk memisahkan antara elemen headline dan amplifikasi. Selanjutnya untuk amplifikasi diletakan dibawah sub-headline dengan memberikan ruang yang cukup banyak untuk meningkatkan keterbacaan. Penataan elemen seperti ini menyebabkan konten tidak dapat dimuat dalam satu halaman, maka terpaksa dibuat menjadi dua halaman. Dari sini kita telah menerapkan prinsip-prinsip desain yaitu hierarchy dan proximity.
Elemen terpenting yaitu teks perlu mendapatkan perhatian dalam penempatannya. Hal ini bertujuan agar pembaca tidak kesulitan dalam menangkap maksud dari isi tulisan. Teks perlu diatur ukuran dan jarak masing-masing huruf, keterbacaan, dan kejelasannya.
Elemen lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah ilustrasi yang disini berupa gambar. Ilustrasi memiliki fungsi menjelaskan sekaligus memperindah tampilan. Ilustrasi menggunakan warna yang kontras dengan latar belakang/background. Hal ini memberikan kejelasan yang tinggi tentang apa maksud dari ilustrasi tersebut.
Gambar diatas bertujuan untuk membandingkan visual desain antara desain sebelum dan sesudah dilakukan analisis. Perbedaan ada pada bagian sub-headline, dimana saya mengubah sub-headline dengan memberikan ukuran yang dominan pada angka persentase pertumbuhan, menggantikan jumlah angka dollar. Hal ini untuk mempermudah pembaca memahami informasi tentang jumlah pertumbuhan secara cepat, yaitu dengan persentase, bukan dengan perbedaan selisih angka. Untuk amplifikasi selanjutnya yaitu bagian ‘Why’ diletakkan pada halaman ke-dua. Karena jika diletakkan pada satu halaman akan membuat ruang sesak, dan tingkat kenyamanan pembaca akan berkurang. Ditahap ini kita telah banyak menggunakan prinsip desain seperti balance, hierarchy, contrast, dan proximity.
Berikut adalah hasil desain keseluruhan :
3. Berlatih Menggunakan Metriks
Bagi desainer, pasti akan asing dengan istilah metriks. Padahal metriks sangat bermanfaat bagi desainer apalagi saat harus presentasi desain kepada stakeholder.
Metriks adalah pengukuran untuk evaluasi. Karena yang kita bahas adalah visual desain, maka sulit untuk melakukan pengukuran. Dalam bidang lain, sesuatu dapat diukur secara kuantitas berbeda dengan visual desain. Visual desain berkenaan dengan kualitas estetis, yaitu penggunaan prinsip-prinsip desain dalam suatu komposisi. Inilah yang akan kita ukur. Maksudnya adalah, apakah dalam suatu komposisi desain lebih banyak menggunakan prinsip desain dari pada komposisi desain yang lain/sebelumnya sebagai perbandingan. Mengukur mana yang lebih baik/ lebih berkualitas. Maka untuk contoh kasus diatas, dibuatlah tabel sebagai berikut :
Setelah dilakukan perbandingan secara visual desain dengan menggunakan empat prinsip desain yaitu : 1) Hierarchy, 2) Proximity, 3)Contrast, dan 4) Balance, dengan membandingkan desain sebelumnya dan desain yang dibuat setelah melakukan kajian visual desain, maka akan didapat hasil seperti pada tabel diatas. Hal ini dapat dijadikan laporan kepada stakeholder bahwa kita telah meningkatkan kualitas visual desain. Anda dapat membandingkan desain sebelumnya atau desain dari kompetitor stakeholder anda.
Terimakasih telah membaca tulisan ini, dan semoga ilmu yang saya berikan bermanfaat. Sekali lagi…Terimakasih!